Ritz Corporation
Marcus Wregritz’s Room
“Namanya liliana tuan, semua informasi yang anda butuhkan ada di
dalam file ini, nona liliana adalah kandidat tertinggi yang diajukan
langsung oleh Tuan Denis Kim sendiri.” Jelas asistenku seraya
menyerahkan file berisikan semua data gadis yang dia sebutkan tadi
ketanganku. Cantik, kesimpulan pertamaku
saat satu lembar foto berukuran 8×10 inchi itu kuambil dari sebuah file
pelengkap data pribadi sipemiliknya. Kupandangi denga teliti dari
ujung kaki hingga puncak kepala yang sipemiliknya bernama siapa tadi ah
-liliana, sebuah nama yang entah kenapa begitu pas terucap dimulutku,
…Na~li, Na~li….bagus, kurasa aku tahu dengan jelas harus bagaimana
memanggil gadis ini, menarik- dia bahkan bisa mencuri perhatianku di
kesan pertama dengan bermodalkan sebuah foto berukuran 8×10 inchi,
kecutku. “Hubungi Denis Kim segera, untuk meeting kontrak kerjasama
ini.” Titahku datar, “dan kau boleh keluar”.
1 week later.
Ritz Corporation.
Marcus Wregritz’s Room.
Hening, entah apa saja yg dibicarakan denis kim aku tak bisa
berkonsentrasi sama sekali sejak setengah jam yang lalu mereka
menginjakan kakinya diruanganku, aku terlalu sibuk memerhatikan tekstur
wajah gadis yang berada dihadapanku saat ini, sial marcus, dia bahkan
secara terang terangan tak mengalihkan pandanganya darimu sejak tadi,
lelaki normal mana yang bisa lolos dari ketertarikan terhadap fisiknya,
tapi belum marcus, sekarang kau hanya berada dalam tahap mengagumi
fisiknya saja bukan, dan apa-apaan ini aku sedikitpun tidak menyukai
sertuman listrik yang mengalir padaku akibat dari perbuatan yang dia
timbulkan saat ini yang dengan lancangnya menyentuh tanganku dengan
ujung telunjuknya seolah aku sedang mengalami kehilangan kesadaran.
“Hati-hati dengan tanganmu.” Ucapku datar seolah tidak terjadi apa-apa,
“my brother said how about these?” Akunya mengangkat surat perjanjian
kerjasama itu tinggi-tinggi. Sial ! Aku bahkan tak mendengarkan
perkataan denis kim sejak tadi, dan mereka seolah berkomplot
memandangiku seolah menunggu jawaban yang bahkan aku tak tau kemana arah
pembicaraan ini berlangsung. “Ok” ucapku akhirnya mencoba peruntunganku
sendiri kalau-kalau jawabanku itu meleset dan mempermalukanku. “Ok,
senang bekerjasama dengamu Marcus” uluran tangan denis kim seolah
menyadarkanku dari kesenangan jawaban peruntungaku sendiri, apa katanya
tadi, be-ker-ja-sa-ma, ejaku dalam hati meyakinkan kalimat yang kudengar
itu, gila, sepertinya aku sudah gila, apalagi yang akan bisa terjadi
padaku jika harus terus menerus bertemu dengan gadis itu, maksud
tujuanku hari ini bahkan belum sampai tahap memutuskan bekerjasama
denganya, dan bertemu dengannya terdengar seperti sebuah masalah besar
untuku, betapa dia tidak tahu dengan kekacauan apa yang dia timbulkan
padaku akibat ulahnya, jika sudah seperti ini aku harus bagaimana?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
buat kawan yang sudah berkomentar saya ucapkan terimakasih banyak ^_^
kesenangan kawan kesenangan saya juga ^_^